My Perfect Toy : Pregnancy - Part 1


Satu bulan sudah berlalu sejak kejadian itu. Dan selama kurun waktu tersebut, hubungan antara Rafa dan Freasha masih tetap sama, begitu jauh. Bahkan seminggu belakangan Rafa pergi ke luar kota demi urusan pekerjaan. Hingga Freasha harus melewati hari-hari hanya berdua dengan Lucy. 

Freasha merindukan Rafa, tentu saja. Dalam hati ia selalu bertanya bagaimana kabar Rafa disana. Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia makan dengan teratur? Apakah dia memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat? Dan segala pertanyaan itu hanya mampu ia simpan di dalam hati karena Rafa tak pernah memberinya kabar. Sekedar menghubungi rumahpun pria itu tak pernah. Hingga pada akhirnya Freasha hanya bisa mendoakan semoga dia baik-baik saja, dimanapun dia berada. 

“Nyonya, sarapannya sudah siap...”, suara Lucy terdengar dan berhasil mengagetkan Freasha yang seperti biasa tengah duduk termenung di tepian jendela. 

Freasha mengangguk. “Terimakasih Luce”, katanya, kemudian membawa kursi rodanya bergerak menuju ruang makan. Disana telah terhidang berbagai jenis makanan yang telah disiapkan Lucy sebagai menu sarapan. 

Freasha menghela napas panjang. Benaknya kembali melintaskan wajah Rafa. Meski mereka tidak pernah makan pada meja yang sama, meski Rafa selalu menghindari Freasha, tetap saja disaat seperti ini ia merindukan pria itu. 

Freasha nyaris akan menyentuh makanan di hadapannya ketika tiba-tiba saja ia merasakan mual hebat pada perutnya. Seolah ada golakan di dalam sana yang memaksa untuk dikeluarkan. Maka dengan segera Freasha memutar kursi roda dan membawanya menuju kamar mandi. 

“Nyonya anda baik-baik saja?”, tanya Lucy yang mengekor di belakang Freasha dengan raut wajah cemas. 

Freasha tidak menjawab. Ia tampak masih berusaha mengeluarkan isi perutnya. 

“Aku merasa sangat lemas”, katanya kemudian sembari mengelap sekujur bibirnya yang basah. “Luce, bisakah kau bantu aku kembali ke kamar? Rasanya aku butuh istirahat”

Lucy mengangguk cepat. “Mari Nyonya, saya antarkan”, katanya sembari mulai mendorong kursi roda Freasha, membawa gadis itu kembali ke kamarnya. Sesampainya disana, Lucy membantu Freasha berpindah ke ranjangnya untuk membaringkan gadis itu.

“Terimakasih Luce”, kata Freasha tulus saat tangan Lucy tengah bergerak menarikkan selimut hingga batas pinggang gadis itu.

“Kembali Nyonya. Kalau begitu saya permisi dulu Nyonya”

“Ya, silakan”

Sepeninggal Lucy, Freasha menerawang menatap langit-langit kamar. Sejenak ia mencoba memejamkan mata, namun kemudian membukanya lagi. Merasa tidak mengantuk sama sekali. Didorong oeh rasa jenuh, akhirnya Freasha meraih sebuah majalah dari atas nakas di samping tempat tidur. Majalah yang sesekali menjadi teman dalam menghilangkan kebosanannya.

Dengan enggan Freasha membolak-balik halaman tersebut. Lalu tiba-tiba saja pandangannya tertuju pada sebuh kolom. Disana terdapat artikel yang membahas tentang gejala-gejala kehamilan. Dan sekejap kemudian Freasha membeku.

Akhir-akhir ini Freasha sering merasakan mual-mual dan pusing hebat pada kepalanya. Tak hanya itu, suhu tubuhnya juga meningkat. Bahkan Freasha juga merasakan tubuhnya lemas dan mudah lelah. Seluruh gejala yang ia rasakan tertera pada artikel itu. Membuat jantung Freasha berdebar hebat. Mungkinkah dirinya... hamil?

Dengan jari bergetar Freasha menutup majalah tersebut dan meletakkannya kembali di atas nakas. Detik berikutnya ia sudah berseru memangil pengurus rumah tangganya.

“Luciiaaa...!”

Syukurlah, pintu kamar segera terbuka disusul kemunculan Lucy.

“Ya, Nyonya?”, tanya gadis itu dengan raut wajah bingung.

Freasha menghela napas sesaat kemudian bertanya, “Luce... bisakah aku meminta bantuanmu?”

====

“Bagaimana keadaannya?... kau yakin?... baguslah kalau begitu. Terus pantau mereka, segera kabari aku jika terjadi apa-apa”

Rafa mematikan ponselnya dan meletakkannya di atas meja. Perlahan ia menyandarkan tubuh pada kursinya dan membuang pandangan jauh keluar jendela ruangan yang terbuat dari kaca. Pria itu menghela napas panjang.

Hari ini genap seminggu sejak Rafa pergi ke luar kota demi mengurus pekerjaan kantornya. Dan selama itu, entah mengapa pikirannya selalu tertuju pada rumahnya. Terutama Freasha. Sesungguhnya Rafa sangat ingin memberinya kabar. Memberitahu gadis itu bahwa dirinya baik-baik saja. Ia tahu, Freasha pasti mencemaskannya. Hidup bersama gadis itu selama kurun waktu tiga bulan lebih telah membuat Rafa sedikit banyak mengenal sifatnya. Bahkan Rafa masih dapat mengingat dengan jelas sinar kecemasan yang selalu tampak pada wajah Freasha setiap kali Rafa akan pergi keluar rumah saat hari sudah malam dan ketika pria itu meninggalkan rumah seminggu yang lalu.


Bersambung ke My Perfect Toy :  Pregnancy - Part 2


Comments

Popular posts from this blog

Balada Anak Desa – Part 13

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 44

Cerita Dewasa: Dibalik Jilbab Nurjanah dan Aisyah