My Perfect Toy : (Not) Jealous II - Part 3


“Ya, sayang... Ya, aku mengerti. Nanti aku hubungi lagi ya, bye...”, Dany menutup ponsel dan memasukkan benda itu ke dalam saku jasnya. Pandangannya lantas tertuju pada Rafa. 

“Tumben kau baru keluar jam segini?”, tanya Dany. 

“Aku bosan dirumah”, sahut Rafa sekenanya. 

“Yakin karena bosan? Bukan karena hal lain?” 

Mendengar pertanyaan Dany, Rafa lantas memberikan tatapan tajam pada pria itu. “Lalu mau mu karena apa?”, tanyanya. Padahal tanpa bertanya pun, Rafa mengerti arah pembicaraan sahabatnya itu. 

“Karena Freasha, mungkin?”, sahut Dany dengan tampang polos. 

Rafa mengalihkan wajah dan menghembuskan napas kesal. Ia sadar telah memilih tempat yang salah. Tak seharusnya ia bertemu Dany di saat seperti ini, karena pria itu tak pernah bisa membungkam bibirnya untuk mengatakan hal-hal yang berhubungan dengan Freasha. Dan itu benar-benar menyebalkan untuk Rafa. 

Tapi mendengar nama itu, mau tak mau membuat Rafa memikirkannya. Terlebih mengingat luapan perasaaan Freasha padanya sebelum ia memutuskan untuk pergi tadi. Membuat Rafa berpikir, apakah Freasha memang begitu merasa sakitnya? Apakah Rafa memang begitu jahatnya? 

Rafa mengusap wajahnya dengan frustasi. Ia memutuskan datang ke klub ini untuk bersenang-senang dan melupakan masalah dengan Freasha. Tapi yang ada, ia malah menjadi semakin memikirkannya. Membuat hatinya merasa tidak tenang. 

“Apa yang terjadi sebenarnya padamu Rafa? Sepertinya ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu”, Dany kembali bertanya seraya menelusur Rafa dengan matanya. Ia tahu betul bagaimana polah sahabatnya itu jika sedang memiliki masalah. 

Rafa menghela napas. Dany benar, ada sesuatu yang sedang mengganggu pikirannya. Dan menyadarinya membuat Rafa kian gusar, sebab 'sesuatu' itu sepenuhnya tentang Freasha.

====

Freasha kembali melayangkan pandangan pada jam yang menggantung di dinding. Satu jam sudah berlalu sejak Rafa pergi meninggalkannya. Gadis itu menghela napas. Dalam hati Freasha bertanya-tanya kemana Rafa pergi. Apakah dia kembali menghabiskan waktu bersama para wanita-wanita itu? Membayangkan hal itu membuat Freasha meringis.

Seandainya Rafa tahu, Freasha tak ingin melihat Rafa bersama wanita lain. Seandainya Rafa tahu, Freasha merasa sangat senang akhir-akhir ini Rafa lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Meskipun sikapnya tak juga berubah pada Freasha, namun kehadiran Rafa sudah membuat Freasha cukup bahagia.

Ironis memang, tapi itu nyatanya. Perlahan waktu telah menumbuhkan sebuah rasa dalam hati Freasha. Ya, rasa cinta untuk Rafa. Tapi Rafa tak pernah menyadarinya. Atau bahkan tak mengharapkannya. Dan kini sepotong hati Freasha berharap agar Rafa segera menyadari alasannya selalu menanti kepulangan pria itu. Alasan Freasha selalu berusaha sabar menghadapi segala sikap buruknya.

Cinta. Ya, perlahan tetapi pasti, Freasha mulai mencintai pria yang tak pernah mengharapkan kehadirannya, Rafa...

====

Rafa mengendarai mobilnya sekencang mungkin. Hatinya dipenuhi rasa gusar. Bagaimana tidak, Rafa memutuskan pergi menemui teman-temannya di klub malam demi melupakan masalahnya dengan Freasha. Namun yag terjadi justru diluar harapan, ia malah semakin teringat pada gadis itu. Dan kata-katanya juga selalu ternging di telinga Rafa. Membuat Rafa merasa kesal dan akhirnya memutuskan pulang. Yang ia inginkan sekarang hanyalah menyendiri, menenangkan pikirannya.

Mobil Rafa bergerak memasuki pekarangan rumahnya. Setelah memarkirkan benda tersebut di dalam garasi, ia segera berjalan ke dalam rumah. Rafa memiliki salah satu kunci cadangan, sehingga meski pulang larut malam pun pria itu tak merasa khawatir.

Rafa berjalan dengan gusar menuju kamar. Namun saat melewati ruang tengah, langkah pria itu terhenti. Pandangan matanya tertuju pada Freasha yang tampak masih betah berdiam pada posisi dan tempat yang sama saat Rafa meninggalkannya tadi. Tepatnya di tepian jendela yang entah mengapa seolah menjadi tempat favorit gadis itu. Rafa melangkah lebih dekat saat menyadari Freasha tak bergeming sedikitpun. Ia memiringkan kepalanya demi melihat wajah Freasha, lalu terpaku kemudian.

Gadis itu tertidur. Pasti dirinya berkeras menunggu Rafa seperti biasa dan pada akhirnya tertidur di atas kursi rodanya. Rafa menghembuskan napas kesal. Lantas ia kembali melanjutkan langkahya, berusaha tak mempedulikan Freasha.

Nyaris saja tangannya akan menyentuh pintu kamarnya sendiri, ketika langkah Rafa lagi-lagi terhenti. Dengan gusar ia berbalik dan kembali ke tempat Freasha berada. Pria itu mendengus sejenak, lantas pelan-pelan mendorong kursi roda Freasha, membawanya ke kamar gadis itu. Sesampainya disana, pelan-pelan Rafa mengangkat Freasha. Ia membaringkan tubuh mungil itu di atas ranjang dan menarikkan selimut hingga batas bahunya. Setelah menatapnya sebentar, Rafa segera melangkah keluar dari kamar itu.

Dibalik pintu kamar Freasha, Rafa mematung. Bibirnya mendesis geram. Freasha adalah sumber bencana dalam hidupnya. Penyebab Ibundanya meregang nyawa. Awalnya Rafa berambisi untuk membuat gadis itu menderita. Namun kini ia justru merasa tidak tega. Terlebih saat menatap wajah polosnya...

Bersambung ke My Perfect Toy :  Pregnancy - Part 1

Comments

Popular posts from this blog

Balada Anak Desa – Part 13

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 44

Cerita Dewasa: Dibalik Jilbab Nurjanah dan Aisyah