My Perfect Toy : Hurt - Part 1


Freasha menatap pantulan dirinya pada cermin di hadapannya. Beberapa menit yang lalu si kembar Anna dan Anni telah membantu Freasha berganti pakaian, dan kini tubuh mungilnya terasa begitu hangat dalam balutan sweater berwarna hijau.

“Terimakasih”, ucap Freasha kepada kedua gadis yang berdiri di sisi kanan kirinya seraya tersenyum.

Kedua gadis itu membalas senyum Freasha dengan manis. “Kembali nyonya”, sahut mereka bersamaan.

“Ya sudah kalau begitu ayo kita keluar. Tuan Reza pasti sudah menunggu Nyonya di meja makan”, Anna berkata dengan riang.

Freasha mengangguk. Sekejap kemudian Anni sudah meraih kursi roda Freasha, membawanya keluar dari kamar dengan Anna yang menyusul di belakang mereka. Kedua gadis kembar itu membawa Freasha menuju ruang makan. Benar saja, kala mereka tiba di ruangan itu, tampak Reza telah duduk disana. Pria itu mengulum tersenyum.

“Ayo kita makan”, ucapnya sembari berdiri dari duduk dan mengambil alih kursi roda Freasha dari tangan Anni. Saudara kembar itu kemudian pamit dari hadapan mereka. Reza mengangguk, lantas mendorong kursi roda Freasha. Ia menghentikan benda tersebut tepat di depan kursi miliknya.

“Nah, Freasha”, Reza berucap seraya meletakkan tangannya pada kedua sisi pundak Freasha, “Ku harap kau tidak perlu merasa sungkan disini. Anggap saja rumah ini selayaknya rumahmu sendiri. Oke?”

Freasha tersenyum dan mengangguk kemudian. “Terimakasih Za”,ucapnya seraya mendongak menatap Reza.

Reza membalas senyum itu dan mengacak sebentar puncak kepala sahabatnya, lantas berpindah pada tempat duduknya semula.

“Makanlah yang banyak”, ucap pria itu sembari mengambil makanan dan meletakkannya di atas piring Freasha.

“Tidak perlu Za, Aku bisa sendiri...”, Freasha berusaha menahan tangan Reza, namun pria itu segera menepisnya.

“Tidak apa Freasha. Biar aku saja”, sergah Reza. “Nah, ayo kita makan”, katanya kemudian setelah selesai mengambilkan makanan untuk Freasha dan  dirinya sendiri. Acara makan itu pun berlalu dengan diselingi obrolan santai diantara mereka.

====

Rafa meraih jaket dan kunci mobilnya dengan gerakan cepat. Tidak, ia tidak bisa tetap berdiam di kamar dengan kondisi pikiran yang penuh kecamuk seperti ini. Ia harus melakukan sesuatu yang dapat mengalihkan fokusnya dari permasalahan dengan Freasha.

Dengan langkah lebar, Rafa keluar dari kamar. Saat tengah berjalan melewati ruang keluarga tiba-tiba saja suara Lucy terdengar menahan gerakan pria itu.

“Maaf Tuan...”

Langkah Rafa kontan terhenti. Ia menoleh menatap Lucy.

“Ada apa?”, tanyanya dengan dingin.

“Nyonya… Nyonya Freasha tidak ada di kamarnya. Saya sudah berusaha mencari kemana-mana, tapi saya tidak menemukan Nyonya Tuan”, kata gadis itu dengan wajah yang tampak cemas.

Rafa terdiam sesaat dan menghela napas. “Dia sudah pergi”

“Per-pergi…? Tapi kemana Tuan?”, Lucy terbelalak kaget.

“Aku tidak tahu", sahut Rafa dingin lantas kembali melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Lucy yang hanya bisa terpaku pada titik tempatnya berdiri.

Lucy menelan ludah dengan pahit. Berbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya. Freasha pergi? Bagaimana itu bisa terjadi?

Mendadak ingatan Lucy melayang pada peristiwa sebulan lalu, saat ia menemukan Freasha tergeletak di depan kamarnya. Juga beberapa hari yang lalu, saat gadis itu meminta bantuannya untuk membelikan alat pemeriksa kehamilan. Apakah kepergian Freasha ada hubungannya dengan kejadian-kejadian itu?

Lucy menggigit bibir, merasakan kecemasan kian merajai hatinya. 

====

Selesai makan malam, Reza mengajak Freasha bersantai di sebuah gazebo yang terletak pada taman bagian belakang rumah. Mereka duduk berdampingan, memandang ke arah kolam mini yang berada tepat di depan gazebo tersebut. Kolam itu berisi berbagai jenis ikan kecil berwarna-warni. Ikan-ikan yang lucu, mereka berenang meliuk-liuk di sekitaran air yang tertimpa cahaya lampu taman.

“Sekarang, ceritakan padaku apa yang membuatmu pergi dari rumah seperti ini”, Reza membuka suara, memecah hening yang sempat menyergap di antara mereka.

Freasha menatap Reza sesaat, lalu membuang pandangan kearah kolam menikmati pesona ikan berwarna-warni yang tampak lincah berenang kesana kemari.

“Ah ya, dan kau bahkan belum menceritakan padaku bagaimana kau bisa mengenal pria itu. Kau tahu, aku sangat kaget mendengar kabar mengenai pernikahanmu saat itu. Seingatku kau tak pernah mengenalkan pria mana pun padaku dan Hima”, kata Reza lagi.

“Ceritanya panjang sekali, Za”

“Tidak apa. Aku sangat ingin mendengarnya. Ayolah Freasha, aku berhak tahu cerita tentang sahabatku, kan?”

Comments

Popular posts from this blog

Balada Anak Desa – Part 13

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 44

Cerita Dewasa: Dibalik Jilbab Nurjanah dan Aisyah