My Perfect Toy : Confusion - Part 2

Dengan cepat Freasha memutar kursi roda dan  membawanya kembali ke kamar. Tangannya bergerak meraih sebuah tas dari balik pintu dan dengan cekatan memindahkan beberapa pakaian yang ada pada lemari ke dalamnya. Freasha sudah kehilangan kesabaran yang selama ini berusaha ia tahan. Bagaimanapun, dirinya adalah manusia biasa. Ia tidak bisa selamanya mengalah dan menerima begitu saja segala bentuk perlakuan buruk Rafa. Segala kata-kata kasar pria itu yang begitu menyakitkan hatinya. Semua sudah selesai. Freasha memilih mengakhiri semua dengan pergi dari kehidupan Rafa. Ya, begitu lebih baik daripada berusaha untuk bertahan di sisi pria itu dan menjadi hancur perlahan-lahan. Sebab nyatanya, Rafa tidak pernah berubah. Masih tetap membencinya. Dan mungkin, kebencian pria itu tak akan pernah berakhir.

Freasha meraih ponsel dari atas nakas. Dengan bergetar jari-jarinya menari di atas keypad ponsel tersebut. Setelah mendial nomor seseorang yang kini  menjadi harapannya, Freasha menempelkan benda tersebut ke telinganya.

“Hima", ucap Freasha saat panggilan terjawab. "Aku membutuhkan bantuanmu...”

====

Rafa membuka pintu kamarnya dengan hentakan keras. Kemarahan telah memenuhi kepala pria itu, hingga membuatnya lepas kendali. Rafa membanting beberapa benda yang ada di dekatnya dengan kalap. Meski berusaha tampak sekuat mungkin, nyatanya ia sendiri merasakan sakit pada sudut hatinya. Egonya sebagai seorang pria tersakiti karena merasa dikhianati oleh istrinya. Meski dulu Rafa menolak kenyataan itu mentah-mentah, namun entah mengapa akhir-akhir ini ia mulai memikirkannya. Bahkan pernah tanpa sengaja mengakuinya. Dan hatinya tentu tidak akan sesakit ini, jika saja Rafa tidak pernah merasakan perbedaan pada hatinya, seperti yang ia rasakan belakangan ini.

Seminggu terakhir selama kepergiannya ke luar kota, ada perubahan besar yang dialami oleh Rafa. Biasanya Rafa senang mengajak beberapa wanita untuk menemaninya selama bepergian. Namun kali ini, jangankan beberapa, mengajak satu orangpun tak terlintas dalam pikiran Rafa. Ia justru memikirkan Freasha. Dan entah mendapat dorongan dari mana ia juga membayar seseorang untuk menjaga keamanan rumahnya, terutama gadis itu selama kepergiannya.

Kala tengah sendiri, sering kali benak Rafa melintaskan wajah Freasha, hingga ia harus berusaha mencari kesibukan lain agar dapat melupakannya. Tak jarang Rafa juga memaksakan diri untuk lembur. Tentu saja untuk menghilangkan bayangan gadis itu dari dalam pikirannya. Yang Rafa tahu, ia membenci istri yang tak pernah diharapkannya itu. Dan itu sebabnya Rafa berusaha selalu menjaga benteng pertahanannya, meski ada beberapa hal yang harus ia langgar. Seperti memastikan keamanan Freasha selama kepergiannya ke luar kota.

Tetapi kini, Rafa sadar. Ia harus berusaha membangun benteng pertahanan yang lebih kokoh lagi.

====

Freasha meletakkan tas kecil berisi pakaian di atas pahanya dan membawa kursi rodanya keluar dari rumah Rafa. Tak ada yang menyadari kepergiannya dari sana. Ia menggerakkan benda itu keluar dari halaman, dan berhenti di tepi jalan. Ia sedang menunggu kedatangan salah satu sahabatnya.

Malam itu terasa semakin kelam ketika rintik-rintik air perlahan berjatuhan dari langit seolah turut merasakan kesedihan yang memekati hati Freasha. Entah sudah berapa kali ia menangis seharian ini, Freasha sendiripun tidak tahu. Bahkan beberapa tahun belakangan hari-harinya penuh dengan tangisan hingga membuat Freasha berpikir, apakah Tuhan membencinya? Freasha masih mengingat dengan sangat jelas saat-saat dimana ia harus kehilangan kedua orangtuanya. Ayahnya yang diserang penyakit ganas bernama pneumonia. Ibunya yang mengalami kecelakaan saat akan pergi bekerja. Ia yang mengalami kecelakaan dan harus kehilangan kedua fungsi kedua kakinya. Seakan semuanya itu belum cukup, Freasha juga harus menikah dengan pria yang tidak dikenalnya. Bahkan membencinya.

Mengingat kenyataan-kenyataan itu membuat Freasha untuk kesekian kali terhempas dalam jurang bernama kepedihan. Entah sudah berapa banyak air mata yang dikeluarkan gadis itu. Entah sudah berapa banyak goresan yang menyayat hatinya. Freasha sesak oleh luka yang tak berujung. Jika ada kata di atas lelah, mungkin itu yang pantas menggambarkan perasaannya saat ini.

Kala Freasha tengah menangis dibawah rintikan hujan, sebuah mobil berwarna putih tiba-tiba berhenti tepat di hadapannya. Freasha mengangkat wajah dan mendapati seorang pria dengan tergesa keluar dari dalam. Dengan bantuan cahaya lampu jalan yang temaram Freasha dapat mengenali pria itu. Dia adalah Reza.

Bersambung ke My Perfect Toy : Confusion - Part 3

Comments

Popular posts from this blog

Balada Anak Desa – Part 13

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 44

Cerita Dewasa: Dibalik Jilbab Nurjanah dan Aisyah