My Perfect Toy : Confusion - Part 1


“Rafa, aku… hamil…”, Freasha berkata dengan suara yang bergetar. Susah payah ia menahan agar getaran itu tidak menjalar ke sekujur tubuhnya. Terlebih saat membayangkan reaksi Rafa setelah ia mengucapkan kalimat itu. Dan benar saja, saat Freasha mencoba mengangkat wajah untuk menatap Rafa, ia dapat melihat pria yang tengah berdiri di hadapannya itu membatu. 

Rafa membeku. Mata elangnya lurus-lurus menatap Freasha. Dengan tatapan terkejut dan tak menyangka. 

“Apa… maksudmu?” 

“Aku hamil Rafa. Aku mengandung… anakmu”, sahut Freasha. 

“Apa?!”, pekik Rafa tak percaya. Pupil matanya membesar. Bagaikan ada sebuah bom yang meledak di kepalanya saat mendengar pernyataan Freasha. Susah payah ia mencerna deretan kalimat itu. Freasha mengandung? Dan bayi yang ada dalam kandungan gadis itu adalah anaknya? Bagaimana bisa? 

Rafa masih berusaha berpikir hingga beberapa detik kemudian sebuah senyum merekah di bibirnya. “Kau bercanda”, ucap pria itu dengan nada getir. 

“Tidak Rafa. Aku tidak bercanda. Aku serius”, sergah Freasha. 

“Bohong!”, bentak Rafa tiba-tiba, membuat Freasha berjengit saking kagetnya. “Kau bohong! Bagaimana mungkin kau bisa mengandung anakku, sementara aku tak pernah menyentuhmu?”, cecar Rafa dengan marah. Ia menatap Freasha dengan sorot mata yang begitu tajam, bagaikan pisau yang siap mencabik-cabik hati gadis itu. 

Freasha merasakan matanya mulai penuh oleh genangan air. Ia sudah menyangka ini pasti akan terjadi. Rafa pasti tidak mempercayainya. Pria itu bahkan tidak mengingat apa yang telah dilakukannya pada Freasha malam itu. 

“Rafa, apa kau benar-benar tidak mengingatnya?”, tanya Freasha kemudian dengan nada putus asa. Meski gadis itu sendiri mengetahui jawaban dari pertanyaannya, ia masih berharap bahwa Rafa mengingat kejadian malam itu. 

“Mengingat apa? Apa maksudmu?”, tanya Rafa.

Freasha menghela napas. Ternyata ia harus menelan bulat-bulat harapannya sebab Rafa benar-benar tidak mengingat kejadian sebulan lalu.

“Ah ya, jika yang ingin kau tanyakan apakah aku mengingat saat dimana kau pulang diantar bersama pria itu aku tentu mengingatnya”, kata Rafa tiba-tiba.

Freasha kontan mengangkat wajah.

“Atau jangan-jangan anak yang ada di dalam kandunganmu adalah anaknya, hm?”, tanya Rafa lagi dengan nada sinis.

“Rafa!”, sentak Freasha berang. “Bisa-bisanya kau berpikir seperti itu? Aku tidak ada hubungan apa pun dengan Reza!”

“Oh, ya? Kalau begitu yang berada di dalam rahimmu itu anak siapa? Anakku? Jangan mengada-ada Freasha! Aku tidak pernah menyentuhmu, dan tidak akan pernah! Jangan pernah bermimpi aku akan bertanggung jawab atas anak itu! Aku merasa tidak pernah melakukan apapun denganmu!”, cecar Rafa dengan napas memburu.

Freasha menatap Rafa dengan tak percaya. Dan penuh luka. Untuk kesekian kali Rafa menancapkan goresan menyakitkan dalam hatinya. Ia masih dapat menerima semuanya selama ini, tapi kata-kata Rafa kali ini sungguh meruntuhkan pertahanan dan kesabarannya. Kembali airmata gadis itu jatuh, membasahi pipinya yang kini nyaris seputih kapas.

“Baiklah… jika kau tak mau mengakui anak ini… aku akan pergi. Aku akan melahirkannya, merawatnya dan membesarkannya tanpa bantuanmu”, Freasha mengusap airmatanya. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Rafa. Dengan suara yang masih bergetar gadis itu melanjutkan, “Kau bisa tenang, karena setelah ini kau akan bebas dari wanita cacat sepertiku”

Rafa mematung. Mata elangnya menatap Freasha dengan terkejut, merasa tidak menyangka kalimat itu akan terucap dari wanita di hadapannya. Pikiran Rafa dipenuhi oleh kecamuk. Ia merasa tidak pernah menyentuh Freasha, bagaimana mungkin gadis itu hamil? Kecuali jika apa yang dipikirkanya selama ini adalah nyata, bahwa Freasha memiliki hubungan khusus dengan temannya. Siapa lagi kalau bukan Reza. Dan memikirkan itu mendadak membuat hati Rafa mengeras. Rahangnya mengetat. Tatapan kagetnya berubah menjadi tajam. Bahkan tanpa sadar ia mengepalkan tangannya.

“Terserah kau mau pergi kemanapun, aku tidak peduli. Pergilah sesukamu! Pergi kemanapun kau mau!”

Setelah mengatakan kalimat penuh kemarahan itu Rafa melangkahkan kakinya lebar-lebar meninggalkan Freasha. Membuat gadis itu kembali menumpahkan perih di hatinya dengan buliran-buliran airmata. Beberapa menit sebelumnya Freasha telah berusaha sekuat mungkin untuk terlihat tegar di hadapan Rafa, namun sekarang pertahanan gadis itu kembali runtuh.

Bersambung ke My Perfect Toy : Confusion - Part 2

Comments

Popular posts from this blog

Balada Anak Desa – Part 13

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 44

Cerita Dewasa: Dibalik Jilbab Nurjanah dan Aisyah