My Perfect Toy : Another Love - Part 1


Pagi telah datang, diiringi munculnya sang mentari yang tampak menyelinap di balik awan. Cahayanya yang hangat merembes masuk melalui celah jendela kamar Rafa yang terbuat dari kaca, membuat pria itu menggeliat sembari menyipitkan matanya. Perlahan tangan Rafa bergerak meraih jam weker yang berdiri tegak di atas nakas, lalu meletakkannya kembali. Dengan enggan ia bangkit dari rebahan, mengusap wajah dan beranjak dari tempat tidur. 

Rafa melangkah keluar dari kamar dan seketika tertegun saat mendapati Lucy yang tengah menata hidangan di atas meja makan. Entah mengapa, Rafa seolah melihat bayangan seorang wanita yang duduk di atas kursi roda tengah membantu Lucy. Dan saat menyadari dirinya hanya berhalusinasi, ia memijit pelipisnya dan memilih segera pergi dari tempat itu. 

Rafa memutuskan untuk mencari udara segar dengan bersantai di teras rumah. Tetapi saat melewati jendela tempat Freasha berdiam biasa, pria itu menghentikan langkah. Lagi, Rafa seolah melihat gadis itu tengah duduk disana, menatap lurus ke luar jendela. Rafa menghela napas jengah dan mengacak rambutnya frustasi. Merasa ada yang salah dengan pikirannya. Tak ingin berhalusinasi lebih lagi, pria itu segera melanjutkan langkah tanpa mau menoleh menatap jendela itu. 

==== 

“Selamat pagi”, suara Reza terdengar ramah menyapa Anna dan Anni yang tengah berkutat di dapur. Membuat kedua gadis itu segera menoleh dan mengulum senyum ceria padanya. 

“Selamat pagi Tuan Reza…”, sahut mereka bersamaan. 

“Dimana Freasha?”, tanya Reza seraya menyapu seisi ruangan dengan pandangan matanya. 

“Nyonya Freasha belum bangun Tuan”, sahut Anna. 

“Sepertinya Nyonya Freasha kelelahan. Tidurnya lelap sekali, saya sampai tidak tega membangunkannya", Anni menimpali.

Reza terdiam sesaat, lalu mengangguk kemudian. “Jangan dibangunkan. Biarkan dia beristirahat”

Setelah mengatakan itu Reza melangkah keluar dari dapur. Ia berjalan menuju kamar Freasha. Sejenak ia terdiam di depan pintu berwarna cokelat itu, lalu perlahan tangannya bergerak memutar gagang pintu dan membukanya. Pria itu menghela napas sesaat untuk memantapkan hatinya memasuki kamar tesebut. Kemudian dengan pelan kakinya melangkah memasuki kamar itu, dan seketika itu juga ia tertegun melihat pemandangan di hadapannya.

Freasha tampak masih terlelap dalam tidur. Mata lentiknya terpejam, memberi kesan damai pada wajahnya yang cantik. Untuk kesekian kali, Reza merasakan getaran itu. Getaran yang selalu timbul dalam hatinya setiap kali berdekatan dengan Freasha. Getaran yang hanya mampu dimengerti oleh dirinya dan tak pernah diketahui oleh siapapun. Dan sekejap kemudian ingatan Reza melayang jauh pada waktu beberapa tahun lalu…

-- Flashback --

“Jika sudah dewasa nanti, aku ingin menikah dengan seorang pria yang dapat menerimaku apa adanya…”, Freasha berujar seraya memainkan daun-daun yang berguguran dari pohon akasia di dekat mereka. Kala itu Freasha dan Reza tengah menikmati waktu bersantai sepulang sekolah di sebuah taman yang berada di pusat kota. 

“Kalau begitu kau menikah denganku saja”, Reza menyahut seraya tertawa. Dan ucapan pria itu kontan berbuah pukulan kecil dari Freasha, tepat di pundaknya.

“Kau ini, aku sedang serius kau malah bercanda. Lagipula, mana mungkin kita menikah?? Kau itu sudah seperti kakak untukku”

Mendengar ucapan Freasha membuat Reza pelan-pelan menundukkan kepalanya.

“Begitu ya…”, gumam lelaki itu.

Freasha tidak tahu jika saat itu Reza menunduk untuk menyembunyikan senyum pahitnya. Juga ekspresi wajahnya yang berubah menjadi murung seketika.

-- Flashback End --

Reza menghela napas panjang. Ia melangkah perlahan mendekati ranjang Freasha dan berdiri tepat di samping gadis itu. Tangannya terangkat membelai pipi Freasha sehalus mungkin, seolah pipi gadis itu adalah lapisan kristal rapuh yang dapat hancur kapan saja jika ia tidak berhati-hati menyentuhnya. Dalam hati pria itu merutuki kebodohannya. Dan betapa ia terlalu pengecut untuk mengatakan bahwa saat itu dirinya tidak main-main. Bahwa apa yang dikatakannya di taman itu datang dari hatinya, yang memang selalu mendamba cinta dari Freasha.

Ya, tanpa diketahui oleh siapapun, sejak saat itu bahkan hingga sekarang pun, hati Reza  masih terbungkus rapi untuk satu nama. Wanita yang memiliki arti lebih dari sekedar sahabat baginya.

Freasha.

Comments

Popular posts from this blog

Balada Anak Desa – Part 13

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 44

Cerita Dewasa: Dibalik Jilbab Nurjanah dan Aisyah