My Perfect Toy : What's Wrong With Him - Part 2


Entah mendapat dorongan dari mana, Rafa mengangkat tubuh mungil Freasha. Ia membaringkannya di ranjang. Sejenak ia memandangi wajah gadis itu dan tersadar akan sesuatu. 

Benar kata Dany. Freasha memang cantik. Meski terlihat begitu polos tanpa polesan make up, namun justru itu yang membuat kecantikan gadis itu tampak lebih. Tampak alami. Jauh berbeda dengan gadis-gadis yang selama ini bergelayut manja di lengannya. Mengapa Rafa baru menyadarinya? 

"Oh astaga, sejak kapan aku berpikiran seperti ini?", Rafa mengusap wajahnya frusatasi. Mengingat ia sudah melakukan hal yang sangat aneh hari ini. Masuk ke kamar Freasha. bahkan mengangkat gadis itu ke ranjangnya. Hal yang tak pernah dipikirkan oleh Rafa sebelumnya. 

Cepat-cepat Rafa berbalik sebelum pikirannya menjadi semakin aneh lagi. Namun sebelum sempat melangkahkan kaki, Rafa kembali mematung. Pandangannya tertuju pada lukisan Freasha. Tadi Rafa tidak begitu memperhatikan lukisan itu karena terhalang tubuh Freasha, namun kini ia dapat melihatnya dengan jelas. 

Lukisan seorang pria yang tengah duduk di atas bangku pada sebuah taman. Wajahnya tidak tergambar dengan jelas sebab lukisan pria itu diambil dengan jarak pandang yang cukup jauh. Yang jelas, Rafa dapat melihat pria itu sedang memejamkan mata seolah tengah tertidur. Kedua tangannya terlipat di dada. 

Rafa memperhatikan lukisan itu lamat-lamat. Dalam hati ia bertanya, "Siapa pria itu? Tidak mungkin itu aku". Selain karena ia merasa tidak pernah berada di taman seperti itu, juga karena menyadari bahwa Freasha tidak mungkin melukisnya. Rasanya mustahil jika gadis itu mau membuang-buang waktu demi melukis orang yang membencinya. Lalu... siapa dia? 

Ataukah jangan-jangan pria itu adalah pria yang sama, yang datang menemui Freasha pagi tadi? Apakah Freasha menyukainya? Dan apakah ada hubungan istimewa di antara mereka?

Rafa mendecih seketika. Entah mengapa pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan di benaknya membuatnya merasa tidak suka. Ya, Rafa tidak suka jika jawaban dari pertanyaan itu ternyata benar semua. 

Oh ya ampun, sejak kapan Rafa merasakan hal aneh seperti ini? 

Mendadak, rasa pusing mendera kepala Rafa. Membuatnya meringis kesakitan. Seakan kehilangan orientasi, Rafa buru-buru melangkah mendekati ranjang Freasha dan merebahkan tubuhnya di sana. Rasa sakit itu terasa semakin hebat. Hingga Rafa memegang sisi kepalanya erat-erat. Dan saat denyutan di kepalanya menjadi-jadi, Rafa tidak ingat apa-apa lagi. 

==== 

Freasha menggeliat perlahan. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, berusaha mengumpulkan kesadarannya setelah tertidur cukup lama. Freasha terpaku sesaat kala menyadari ia tengah berada di atas ranjang. Gadis itu mengerutkan dahi, merasa heran. Seingat Freasha, tadi dirinya tertidur di atas kursi roda. Lalu, siapa yang memindahkannya? 

Saat Freasha memutar kepalanya, ia berjengit seketika. Mendapati Rafa yang tengah tertidur pulas di sebelahnya. Astaga, bagaimana bisa Rafa ada di kamarnya? Bahkan tidur di ranjang yang sama dengannya! 

Freasha panik luar biasa. Cepat-cepat ia bangkit dari rebahannya. Tangannya meggapai-gapai kursi roda, namun kesulitan karena benda tersebut berada cukup jauh darinya. Namun Freasha masih tidak mau menyerah. Ia mencondongkan tubuhnya, berusaha sekuat tenaga meraih pegangan kursi roda tersebut. Dan ditengah usahanya, tiba-tiba saja Freasha kehilangan keseimbangan. Ia terjatuh tepat di tepi tempat tidur. Kejatuhannya menimbulkan suara yang cukup gaduh. Serta cukup ampuh untuk membangunkan Rafa. Membuat pria itu seketika membuka mata. 

Kontan Rafa bangkit dan menghampiri Freasha yang tengah tergeletak di atas lantai. Gadis itu tampak meringis sembari memegangi perutnya. 

“Apa yang kau lakukan, hah?”, sentak Rafa marah. 

“A-aku ingin mengambil kursi rodaku”, sahut Freasha terbata di sela ringisannya.

Rafa berdecak kesal. Dengan satu gerakan ia sudah menarik kursi roda tersebut. Pelan-pelan ia mengangkat tubuh Freasha dan mendudukkan gadis itu di atas kursi rodanya. 

"Perutmu terasa sakit?", tanya Rafa saat melihat Freasha memegangi perutnya. 

Freasha mengeleng cepat, "Tidak." 

Rafa menghembuskan napas gusar. “Kalau kau tidak bisa, jangan memaksakan dirimu. Mintalah bantuan pada orang lain. Jangan seperti ini, merepotkan saja”, omelnya kesal, lantas pergi keluar dari kamar itu. Meninggalkan Freasha yang terpaku. 

Ya, Freasha membatu. Merasa kaget luar biasa. Sungguh, tidak salah lihatkah dia? Rafa membantunya? Apakah ini nyata? Atau cuma mimpi seperti yang selama ini dialami Freasha? 

Tidak, ini bukan mimpi. Freasha baru saja bangun dari tidurnya, bagaimana mungkin ia masih bermimpi? Ya, Rafa memang membantunya. Tapi, mengapa pria itu tampak sangat berbeda? Bukankah pagi tadi ia marah-marah pada Freasha? Ada apa dengannya? Apakah ada sesuatu yang salah dengan pikirannya?

Bersambung ke My Perfect Toy : Disaster - Part 1

Comments

Popular posts from this blog

Balada Anak Desa – Part 13

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 44

Cerita Dewasa: Dibalik Jilbab Nurjanah dan Aisyah