My Perfect Toy : Prolog - Part 1


Rizki Rafael Mahendra adalah seorang pria tampan dan mapan berusia 24 tahun. Dia adalah seorang petualang cinta sejati. Tidak pernah serius dalam suatu hubungan, selalu menganggap bahwa cinta adalah sebuah permainan yang bisa berakhir kapan saja dan dapat memulai semuanya dari awal dengan mudah.

Hingga suatu saat Ibunda Rafa mengalami kecelakaan. Sebelum meninggal, beliau meminta suatu permintaan terakhir yang sangat mengejutkan untuknya.

Rafa harus menikahi Frea. Gadis cantik tetapi lumpuh. Satu - satunya korban yang selamat pada kecelakaan itu.

Untukku, dia hanyalah sebuah mainan. Bisa membuat orang lain bahagia karena keberadaannya, tapi tidak dapat melakukan apa - apa.
- Rizki Rafael Mahendra

Aku tidak pernah menyesali pernikahan ini. Aku percaya semua sudah diatur oleh-Nya.
- Freasha Heart Ville

=====

Malam telah semakin gelap. Tidak seperti biasanya, hari ini tidak terlihat bulan yang menghiasi langit. Mendung. Hanya suara lirih air yang jatuh dari langit terdengar, membuat suasana malam ini semakin gelap. Tetapi tetap saja tidak ada yang lebih gelap dari hati seorang wanita yang sedang duduk di tepian jendela. Dia melihat luar melalui kaca, mengharapkan seseorang yang sedang ditunggunya datang dari sana.

Freasha Heart Ville. Seorang wanita cantik yang ceria. Selalu saja melakukan sesuatu yang dapat membuat orang lain yang melihatnya merasa senang. Tetapi sayang, kejadian yang dialaminya tiga bulan yang lalu terpaksa membuatnya menghilangkan keceriaan dalam dirinya. Dia bukan lagi Freasha yang lincah dan "energic", karena sekarang gerakannya telah dibatasi oleh kursi roda. Dia bukan lagi wanita yang dengan mudah berkumpul dengan siapa saja karena sekarang dia sudah menikah dan selalu menyembunyikan diri di dalam rumah.

Ya, kecelakaan yang dialaminya membuat Frea harus menikah dengan pria yang tidak dikenalinya. Rizki Rafael Mahendra. Pria tampan dan juga mapan. Namun sayang, dia juga adalah seorang "Playboy" yang selalu berganti - ganti wanita. Entah apa yang membuatnya menjadi seperti itu, Frea adalah bencana. Perusak hidupnya.

Karena menabrak Frea, Ibu Rafa harus meninggalkan dunia ini. Dan hal yang paling tidak bisa diterima oleh Rafa adalah, dia harus menikahi Frea. Kecelakaan itu menyebabkan Frea lumpuh, sehingga Ibunda Rafa merasa bersalah dan harus bertanggung jawab. Akhirnya keluarlah sebuah permintaan terakhir dari sang Bunda di menit - menit terakhir hidupnya di dunia. Beliau meminta Rafa menikahi Frea.

"Loh, Non Frea belum tidur?", tanya Lucy pembantu rumah tangga mereka yang membuat Frea kaget.

"Belum mbak.", jawab Frea seadanya.

"Masih ingin menunggu Tuan Rafa pulang??"

"Iya", jawab Frea sambil mengangguk pelan.

"Kalau begitu saya temanin Non Frea disini ya."

"Ngga perlu mbak. Mbak istirahat aja, pasti capek kan kerja seharian ini."

Lucy melihat majikannya dengan tatapan sedih. Setiap malam inilah yang selalu dilakukan oleh Frea. Menanti kedatangan suaminya dengan setia. Padahal pria itu selalu meyakitinya. Bahkan sering pulang bersama dengan wanita lain, dan pada saat seperti itu yang dapat dilakukan Frea hanyalah menangis.

"Tapi Non.."

CKLEK !

Perkataan Lucy terhenti ketika suara pintu yang terbuka, lalu muncullah seorang pria dan wanita saling berangkulan. Itu adalah Rafa dan selingkuhannya. Bahkan hari ini dia membawa wanita yang berbeda dari wanita yang kemarin dia bawa juga kerumah ini.

Frea hanya dapat menghela napas. Dia samasekali tidak terkejut dengan pemandangan ini. Ini bukan pemandangan yang langka baginya. Bagaimanapun juga Frea sadar. Rafa adalah Rafa, seorang pria yang akan selalu membencinya. Pria yang menganggapnya adalah sebuah bencana. Pria yang tidak akan pernah meliriknya sedetikpun. Pria yang tidak akan pernah bisa mencintainya.

"Kamu yakin kita akan melakukannya disini? Sepertinya akan ada yang mengganggu kita disini.", ucap wanita yang sedang merangkul Rafa dengan manja. Matanya menatap Frea dengan pandangan yang tidak sedap dipandang.

Rafa mengerti apa yang dimaksudkan oleh wanita yang sedang dirangkulnya. Dia juga ikut memandang Frea dengan tatapan sinis diikuti dengan ujung bibirnya yang terangkat seperti mengejek Frea.

"Tidak apa - apa sayang, Dia bukan siapa - siapa. Toh dia juga tidak dapat berbuat apa - apa.", sahut Rafa dengan memberikan penekanan pada kalimat terkahir.

Frea memperkuat genggaman tangannya pada sisi kanan kiri kursi roda yang sedang dia gunakan. Menahan emosi yang sudah tidak dapat dibendungnya dan seperti singa yang mengaum ingin pergi dari kandangnya.

"Rafa, aku ingin bicara padamu.", Frea berbicara dengan menghela napas agar dapat meredam amarahnya.

"Bicaralah."

"Tidak disini."

"Tidak kalau tidak disini."

Frea menghela napas untuk yang kesekian kalinya dan pergi meninggalkan mereka berdua tanpa memperdulikan perkataan Rafa sebelumnya.

Rafa melihat Frea dengan tatapan kesal. Akhirnya mau tak mau diapun mengikuti Frea menuju dapur setelah meminta ijin pada wanita yang ada disebelahnya.

"Mau bicara apa?", ucap Rafa malas di depan Frea setelah Frea menghentikan kursi rodanya.

"Rafa, aku tidak mempermasalahkan kau ingin bermain dengan siapa aja, bahkan jika kau berganti - ganti wanitapun aku tidak mempermasalahkannya. Tapi tolong hargai aku sedikiit saja. Aku mohon jangan disini. Jangan di rumah ini.", ucap Frea dengan suara bergetar. Ia sudah tidak dapat menahan airmatanya jatuh dari sepasang mata indahnya itu. Hal ini yang selalu dia lakukan saat berhadapan dengan Rafa. Menahan emosi dan tangis agar tidak keluar dari matanya.

Bersambung ke My Perfet Toy Prolog - Part 2

Comments

Popular posts from this blog

Balada Anak Desa – Part 13

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 44

Cerita Dewasa: Dibalik Jilbab Nurjanah dan Aisyah