My Perfect Toy : Hate - Part 3



"Kamu tidak sarapan dulu?"

"Tidak, aku tidak lapar.", sahut Rafa menanggapi pertanyaan Frea dengan dingin dan berjalan menuju keluar tanpa melirik Frea sekalipun.

“Tidak mau membawa bekal? Aku akan menyiapkannya kalau kau mau.” Tanya Frea, masih tidak menyerah.

Rafa lantas berbalik. Ditatapnya Frea setajam mungkin.

“Apa-apaan kau? Kau pikir kau siapa, hah? Ibuku? Dan kau pikir aku ini anak kecil yang masih harus membawa bekal kemana-mana?” cecar Rafa dengan suara meninggi.

Frea terhenyak. Oh tidak, harusnya ia sudah terbiasa menerima reaksi Rafa yang selalu seperti ini. “Bukan begitu maksudku, Rafa. aku hanya berpikir..."

“Berhenti memikirkanku. Itu sama sekali tidak akan merubah pandanganku terhadapmu.”

Setelah mengatakan kalimat menyakitkan itu Rafa berbalik dan melangkahkan kakinya lebar-lebar meninggalkan Frea. Membuat gadis itu hanya bisa menghela napas. Sungguh, dia benar-benar tidak tahu lagi bagaimana cara menghadapi Rafa. Entah apa lagi yang harus dilakukan Frea untuk membuat Rafa sedikit saja menghargainya. Atau paling tidak melihat padanya.

====

“Hai Raf, Mengapa wajahmu lesu sekali?” seseorang menyapa sembari menepuk pundak Rafa kala pria itu tengah melangkah menuju ruangan kerjanya.

Deny Strain. Satu-satunya sahabat Rafa. Orang yang paling mengenal Rafa dan paling mengetahui segala sisi kehidupan pria itu. Termasuk pernikahannya yang terpaksa dengan Frea.

“Apa masih soal Frea?” tanya Deny lagi, dan ucapannya itu kontan membuat Rafa melemparkan tatapan ingin membunuh padanya.

“Jangan sebut-sebut nama itu.” Sahut Rafa dingin.

Deny tertawa. “Maaf, maaf kawan. Aku hanya bercanda.”

Rafa tak menanggapi ucapan Deny. Ia membuka pintu ruang kerjanya dan lantas segera menjatuhkan diri pada kursi kebesarannya. Deny mengikuti langkah Rafa, dan dengan santai mengambil posisi pada sofa besar yang ada di ruangan itu.

“Tapi, Raf sejujurnya aku sangat bingung padamu.” Kata Deny kemudian. “Bagaimana bisa kau tidak tertarik pada gadis secantik Frea? Oke, fisiknya memang terbatas. Tapi tetap saja, itu sama sekali tidak mengurangi kecantikan pada wajahnya.”

Rafa menghela napas panjang seraya memijit kepalanya yang mendadak sakit. Sungguh, dia sudah cukup dibuat marah oleh Frea pagi ini. Dan sekarang Deny malah muncul dengan mengucapkan kalimat-kalimat aneh yang membawa-bawa nama gadis itu.

“Aku membencinya.” Kata Rafa akhirnya.

Deny menatap Rafa lurus-lurus. “Dan membuatnya ingin menceraikanmu? Ya aku tahu.”

“Baguslah kalau kau tahu. Jadi kau tidak perlu lagi mengeluarkan kata-kata aneh yang ada di kepalamu.” Sahut Rafa, lantas menyibukkan diri dengan berkas-berkas yang sudah menunggu untuk ia tanda tangani sejak kemarin.

“Aku hanya ingin mengingatkanmu satu hal, Rafa”

“Apa?” mau tak mau Rafa mengangkat kepalanya demi melihat wajah Deny yang tengah tersenyum dan menatapnya penuh arti.

“Berhati-hatilah. Jangan sampai umpan yang kau tebar malah kau makan sendiri. Dan jangan sampai ludah yang telah kau buang malah kau jilat sendiri.” Kata Deny, dengan nada yang terdengar tenang namun penuh peringatan.

Rafa tertawa. Tawa yang terdengar melecehkan. “Itu hanya ada di pikiranmu. Dan kalaupun saat itu terjadi, aku pastikan matahari tidak lagi terbit dari arah timur.”

Deny hanya tersenyum mendengar ucapan Rafa. “Ya, kita lihat saja.”

Lagi-lagi Rafa menanggapinya dengan tertawa. Selalu begini. Deny memang tak hanya menjadi temannya berbagi. Tapi juga berdebat, termasuk untuk hal yang bersifat pribadi. Namun bagaimanapun juga, Rafa tahu. Deny adalah orang yang paling mengerti dirinya.

Dan saat Deny telah melangkah keluar dari ruangan kerja miliknya, tawa Rafa mendadak lenyap.

Comments

Popular posts from this blog

Balada Anak Desa – Part 13

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 44

Cerita Dewasa: Dibalik Jilbab Nurjanah dan Aisyah