My Perfect Toy : Damn! - Part 3



“Sudah Nyonya, biar aku saja...”

“Tidak apa Lucy. Biarkan aku membantumu.”

“Tapi aku bisa mengerjakannya sendiri Nyonya. Sebaiknya Nyonya istirahat saja.”

Percakapan kedua wanita itu membuat langkah Rafa yang nyaris masuk ke kamarnya terhenti. Sejenak ia berjalan menuju dapur. Disana, ia melihat Freasha tengah membantu Lucy memasak. Lama Rafa memandanginya, entah apa yang membuatnya melakukan hal tersebut, dia sendiripun tidak mengerti. Hanya saja matanya terasa sulit dialihkan dari gadis berambut panjang itu. Freasha tampak tengah tersenyum sembari membantu Lucy memotongi sayuran. Rafa masih mematung memandanginya sampai akhirnya Freasha menoleh.

“Rafa, kau sudah pulang?”, tanya gadis itu dengan Wajah yang tampak terkejut.

Rafa kontan tergagap. Ia berdehem sejenak demi menyembunyikan kegugupannya yang tertangkap tengah memandangi Freasha, “Hm, ya.”

Freasha segera memutar kursi rodanya untuk menghampiri Rafa.

“Mandilah, kau kelihatan lelah. Aku akan membuatkan teh untukmu”, Kata Freasha dengan lembut seraya tersenyum.

Rafa menghela napas. Entah mengapa hatinya mendadak tidak tenang melihat senyum Freasha.

“Tidak usah, terima kasih”, sahutnya dengan ketus.

Setelah mengatakan itu Rafa segera berlalu, meninggalkan Freasha yang hanya bisa terdiam pada tempatnya. Membuat gadis itu untuk kesekian kali menghela napas kecewa.

====

Setelah selesai mandi, Rafa melangkah dengan santai menuju dapur. Ia merasa lapar dan hendak meminta Lucy menyiapkan makan malam untuknya.

Tetapi lagi-lagi, di ambang pintu dapur Rafa mematung. Menyaksikan Freasha tengah membantu Lucy menata hidangan di atas meja. Gadis itu, entahlah. Apa dia tidak merasa kesulitan dengan keterbatasan fisiknya? Haruskah dia memaksakan melakukan banyak hal? Rafa berdecak seraya membatin dalam hati. Mendadak, melihat Freasha membuat rasa lapar pada perut Rafa menghilang. Entah mengapa.

Akhirnya Rafa memutuskan untuk kembali ke kamar. Dan ia nyaris akan berbalik, ketika dilihatnya Freasha tengah berusaha menggapai sebuah gelas dari dalam rak. Tanpa menyadari kalau piring yang tersusun pada tingkat yang berada di atas gelas-gelas itu bergeser-geser karena gerakan tangannya. Piring itu perlahan berpindah semakin ke tepi hingga sedikit lagi akan jatuh mengenai kepala Freasha.

Rafa terkesiap. Sedetik kemudian tanpa sadar ia sudah berlari dan menyambar kursi roda Freasha dan memundurkannya. Seketika itu juga, terdengar suara piring terbanting, pecah dan berserakan di atas lantai. Freasha memekik kaget. Bahkan tubuhnya menjadi gemetar seketika.

“Apa yang kau lakukan, hah?”, bentak Rafa kemudian.

Freasha menunduk. Tidak berani membalas tatapan Rafa. Dari nada suaranya, Freasha tahu kalau Rafa sangat marah.

“Kalau kau tidak bisa, jangan mengerjakan apa-apa! Merepotkan saja!”

Rafa menatap Freasha dengan kesal, lantas berlalu meninggalkan gadis itu. Membuat Freasha tidak mampu menahan air matanya. Sungguh, ia sama sekali tidak bermaksud merepotkan siapapun. Ia hanya ingin membantu Lucy. Setidaknya Freasha ingin melakukan hal yang berguna meski kakinya tidak dapat berjalan dengan seharusnya.

Freasha mendekap wajahnya. Menumpahkan airmata yang terjatuh begitu saja. Kata-kata Rafa terdengar sangat menyakitkan di telinganya. Juga begitu menyayat hatinya.

Rafa melangkah menuju kamarnya dengan gusar. Ia merasa kesal melihat Freasha. Mengapa gadis itu tidak bisa diam dengan tenang? Mengapa dia harus memaksa dirinya melakukan banyak hal? Tidakkah dia sadar kalau melakukan pekerjaan dengan keterbatasan seperti itu bisa membahayakan dirinya?

Rafa menggeram. Terlebih saat mengingat gerakan refleksnya menolong Freasha. Bagaimana kalau Rafa terlambat sedikit saja? Pasti gadis itu akan celaka. Dan berbagai pertanyaan itu membuat Rafa mematung tiba-tiba. Damn!, sejak kapan Rafa memikirkannya?

Tidak, Rafa tidak peduli pada gadis itu. Rafa hanya tidak suka direpotkan olehnya. Ya, Rafa benci direpotkan oleh Freasha.

Bersambung ke My Perfect Toy : (Not) Jealous - Part 1

Comments

Popular posts from this blog

Balada Anak Desa – Part 13

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 44

Cerita Dewasa: Dibalik Jilbab Nurjanah dan Aisyah