My Perfect Toy : Damn! - Part 2


“Kau ini mengapa menanyakan hal seperti itu sih, Him?”, gerutu Reza seraya menatap Hima dengan kesal.

“Loh, memang apa salahnya? Kalau orang sudah menikah kan pasti pada akhirnya akan punya anak.”, Hima menjawab dengan wajah tanpa dosa.

Freasha mengulum senyum. “Belum, Him. Mungkin belum saatnya.”, sahutnya kemudian. Meski merasa kaget, namun Freasha sadar. Wajar Hima menanyakan hal seperti itu, mengingat Freasha belum menceritakan apapun padanya. Ya, Freasha sengaja tidak memberitahukan yang sebenarnya pada Hima. Ia tidak ingin gadis itu mengkhawatirkan dirinya.

====

Rafa tengah berkutat dengan berkas-berkas pekerjaan ketika tiba-tiba pintu ruangannya terdengar diketuk. Pria itu mengangkat wajah sedikit demi melihat Mary, sekretarisnya yang berdiri di ambang pintu.

“Permisi pak, ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak...”, kata Mary. Wajahnya tampak menahan takut.

“Siap—“

“Hai Babe!”

Belum lagi Rafa sempat melanjutkan pertanyaannya, seorang wanita telah berseru sembari melenggang memasuki ruang kerjanya dengan santai. Wanita itu terlihat sangat cantik dan seksi. Ia mengenakan mini dress berwarna merah, senada dengan warna sepatu dan tas di tangannya.

“Maaf Pak, saya sudah mengatakan kepada Bu Alice kalau Bapak sedang sibuk. Tapi Bu Alice memaksa masuk Pak.”, terang Mary.

“Ya sudah tidak apa. Kau kembalilah bekerja.”, sahut Rafa. Dan ucapannya itu membuat Alice seketika mencibir pada Mary. Gadis itu hanya membalas dengan lirikan kesal, lantas segera melangkah meninggalkan ruang kerja pimpinannya.

Sepeninggal Mary, Alice segera menghampiri Rafa. Ia berdiri di belakang pria itu seraya mengalungkan lengan pada pundaknya.

“Mengapa tadi malam kau tidak menghubungiku? Kau tidak merindukanku, huh?”, tanya gadis itu dengan nada merajuk.

Rafa menghela napas jengah. Tangannya bergerak menepis lengan Alice yang melingkari pundaknya.

“Aku sedang sibuk Alice.”

“Tapi sekarang sudah jam makan siang Rafa. Masa kau mau bekerja terus? Ayolah temani aku makan siang...”, pinta Alice. Jarinya yang lentik bergerak memilin-milin dasi Rafa.

Lagi, Rafa menghela napas jengah. Ia tahu betul tidak ada gunanya menolak ajakan Alice. Gadis itu tidak akan menyerah sebelum memperoleh apa yang ia inginkan. Ia tidak akan berhenti merayu Rafa. Maka dari itu, mau tak mau Rafa menerima ajakan Alice. Dengan harapan gadis itu akan pergi setelah Rafa mengabulkan permintaannya.

====

“Ya sudah kalau begitu kami permisi dulu ya Sha.”, kata Hima seraya bangkit berdiri dari atas sofa. Tanpa terasa sudah dua jam lamanya dirinya dan Reza mengobrol dengan Freasha. Hari sudah beranjak sore. Sudah saatnya mereka untuk pulang.

“Kalau kau memerlukan sesuatu segera hubungi aku.”, Pesan Reza. Nada suaranya terdengar tegas namun tetap lembut. Selembut tatapannya menelusur wajah Freasha.

Freasha mengangguk, “Terimakasih kalian sudah mengunjungiku kesini. Aku senang sekali.”

“Ya, kami juga senang bertemu denganmu. Apalagi Reza.”

“Kau ini bicara apa Hima.”, untuk kesekian kali Reza menggerutu seraya melemparkan tatapan kesal pada Hima. Membuat gadis itu kontan tertawa.

“Hahaha... maaf, maaf. Aku hanya bercanda. Ya sudah kalau begitu kami pergi dulu. Daahh Freasha.”, seru Hima seraya melambaikan tangannya.

Freasha tersenyum dan membalas lambaian itu. Pandangannya mengikuti Reza dan Hima yang tampak memasuki mobil Reza. Lalu sekejap kemudian mobil harrier berwarna putih itu melaju, keluar dari pekarangan rumahnya.

Sepeninggal mereka Freasha terpaku. Membatu di atas kursi rodanya. Telinganya kembali mengiangkan kata-kata Hima. Membuat dadanya terasa sesak, seolah ada godam yang menghentak di dalam sana.

Ya, Hima benar. Pasangan yang sudah menikah tentu pada akhirnya akan memiliki anak. Tapi itu hanya berlaku pada pernikahan yang normal. Penikahan yang sebenarnya. Pernikahan yang didasari cinta. Bukan pada pernikahan Freasha, yang berawal dan mungkin akan berakhir dengan kebencian dari Rafa. Pria yang terpaksa menjadi suaminya.

====

Tidak seperti biasanya, hari ini Rafa pulang lebih awal. Ia sudah tiba di rumah pada pukul tujuh malam. Entah apa yang membuatnya memutuskan pulang secepat itu, Rafa tidak tahu. Yang jelas kalau saja tadi ia tidak mengatakan harus segera pulang, Alice akan memaksa pria itu untuk menemaninya berbelanja. Dan melakukan berbagai kegiatan lain yang akan membuat Rafa merasa jengah. Entahlah, Rafa merasa saat ini dirinya ingin sendiri. Jauh dari wanita-wanita yang selalu mengejarnya.

Bersambung ke My Perfect Toy : Damn! - Part 3

Comments

Popular posts from this blog

Balada Anak Desa – Part 13

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 44

Cerita Dewasa: Dibalik Jilbab Nurjanah dan Aisyah