My Perfect Toy : Damn! - Part 1



Sejak mengalami kelumpuhan pada kakinya, Freasha memiliki kegemaran baru. Melukis. Ya, Freasha senang melukis. Sebenarnya ia telah menyenangi kegiatan itu sejak SMP, namun terhenti saat ia beranjak SMA. Saat dimana waktunya tersita untuk bersekolah sambil bekerja.

Ayah Freasha telah meninggal dunia kala gadis itu masih berumur tujuh tahun, dikarenakan penyakit pneumonia yang menggerogoti tubuhnya. Sedangkan ibu Freasha menyusul sepuluh tahun kemudian, tepatnya kala Freasha duduk di bangku kelas 1 SMA. Sejak saat itu, Freasha hidup sebatang kara. Ia harus mengusahakan sendiri segala keperluannya, termasuk biaya sekolah dan hidupnya.

“Nyonya,” panggilan Lucy yang terdengar dari ambang pintu kamarnya mengagetkan Freasha. Sejenak ia mengangkat tangan dari atas kanvas demi menatap wajah pengurus rumah tangganya itu.

“Ada tamu yang datang, mereka ingin bertemu Nyonya.” Lanjut Lucy, membuat Freasha mengerutkan dahinya.

“Tamu...?” tanya gadis itu bingung. Sungguh, Freasha merasa heran. Tidak biasanya ada tamu yang datang mencarinya. Terlebih sejak ia tinggal di rumah Rafa.

“Ya, Nyonya.”

“Baiklah Lucy, buatkan minuman untuk mereka. Aku akan segera kesana.” Perintah Freasha. Lucy menurut. Dengan segera ia pergi ke dapur demi melaksanakan perintah sang majikan.

Setelah selesai membereskan peralatan lukisnya Freasha segera menjalankan kursi rodanya menuju ruang tamu. Dan wajah gadis itu berubah ceria seketika saat melihat tamu yang dimaksudkan Lucy.

“Hima, Reza!” pekiknya senang, membuat kedua orang tersebut kontan menoleh padanya. “Bagaimana kalian bisa disini?”

“Frea! Aku merindukanmu!” seru Hima tak kalah senang. Dengan cepat ia mendekati Freasha demi memeluk gadis itu.

“Ya, aku juga merindukanmu.” Sahut Freasha. Ia membalas pelukan Hima dengan gembira.

“Kau lupa, ya? Kau sendiri kan yang memberitahu alamat rumah ini saat aku menghubungimu seminggu yang lalu?”

“Ah ya.” Freasha menepuk dahinya. “Maaf, aku lupa.”

“Hai, Frea. Apa kabar?”

Perhatian Freasha segera teralih pada pemilik suara bariton tersebut. Gerald Reza Sebastian. Pria tampan yang telah menjadi sahabatnya sejak SMA. Pria yang selalu ada untuk Freasha. Pria yang selalu membantu Freasha kala ia memiliki kesulitan pada masa-masa remaja mereka.

“Rez, kapan kau kembali?” tanya Freasha heran.

Sejak tamat SMA, Reza pergi menempuh pendidikan di Amerika. Sejak itu pula Freasha dan Reza harus terpisah. Freasha masih mengingat dengan jelas hari dimana Reza pamit untuk pergi meninggalkannya. Pria itu berjanji setelah ia pulang, Freasha adalah orang pertama yang akan di temuinya.

“Seminggu yang lalu. Maaf baru bisa menemuimu sekarang. Dan maaf juga tidak dapat hadir pada hari pernikahanmu.” Kata Reza. Ia melangkah mendekti Freasha demi menepuk-nepuk puncak kepala gadis itu. Hal yang biasa dilakukannya saat mereka masih bersama dulu.

“Tidak apa.” sahut Freasha. Sungguh, ia selalu merasa senang menerima perlakuan Reza. Pria itu selalu mampu membuatnya merasa disayang. Dan bisa dikatakan Hima dan Reza adalah keluarga yang dimiliki Freasha sepeninggal kedua orang tuanya.

Tak lama kemudian Lucy muncul membawa tiga gelas minuman. Setelah meletakkannya di atas meja gadis itu segera pamit dari hadapan mereka.

“Kau tahu, sejak hari pertamanya datang ke Indonesia Reza selalu menerorku agar menemaninya menemuimu.” Kata Hima. “Tapi mau bagaimana lagi, aku baru ada waktu sekarang.” Sambungnya kemudian, dengan sukses membuat Reza seketika melotot padanya.

"Kau berlebihan sekali, Hima." Reza menggerutu.

Freasha kontan tersenyum. Terlebih saat melihat rona merah pada wajah Reza. Sahabat yang sudah seperti kakak baginya. Pria itu ternyata belum berubah, masih seperti dulu. Meski tampan dan terlihat sangat berwibawa, wajahnya kelihatan sangat lucu jika sedang merasa malu.

“Suamimu bagaimana kabarnya, Fre?” tanya Hima, membuka topik baru.

“Baik.” Sahut Freasha seraya tersenyum.

“Bagaimana? Apa sudah ada tanda-tanda kau akan memiliki baby?”

Pertanyaan Hima membuat senyum pada bibir Freasha menghilang. Gadis itu kontan terdiam. Ingatannya seketika melayang pada Rafa. Memiliki anak? Jangankan menyentuhnya, berbicara dengannya saja Rafa begitu enggan.

“Freasha?”

Panggilan Hima menyentak Freasha dari lamunan, membuatnya tergeragap. “Eh yah, maaf.”

Bersambung ke My Perfect Toy : Damn! - Part 2

Comments

Popular posts from this blog

Balada Anak Desa – Part 13

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 44

Cerita Dewasa: Dibalik Jilbab Nurjanah dan Aisyah